Saya tiba-tiba
pingin nulis tentang tema ini karena saya baru sadar bahwa bahasa Inggris itu ternyata
sudah jadi pelajaran di tingkat TK! Whaattt???? (ekspresi kaget juga pakai
bahasa inggris biar keren; Hehehe...).
Saya baru tahu akan hal ini setelah saya ketemu dengan keponakan saya
yang lucu-lucu, si Nuke dan Gigih, dan dengar cerita dari mereka kalau sudah
sejak TK, mereka diajari bahasa inggris. Nggak hanya bahasa inggris saja, saat
SD pun sekarang mereka sudah ada pelajaran bahasa mandarin. Alamaaakkk... *jedok2in kepala di tembok* Namun syukur
kepada Allah, masih ada juga pelajaran bahasa Jawa, sehingga nggak percuma alm.
Mbah Maridjan yang dulu sering tampil di teve dan berkali-kali ngomong jawa, “Rosa, rosa”. Jhaha!! Long live for Mbah Maridjan!!
Dan kembali
lagi ke topik bahasan tadi, mengenai keterlambatan saya menyadari kemajuan
pendidikan SD di Indonesia saat ini. Setelah
saya tahu akan hal itu, maka saya menjadi semakin sadar betapa terbelakangnya
saya ini. Pasalnya kalau boleh jujur, sampai sekarang ini kemampuan bahasa
inggris saya masih hancur lebur. Iyak betul, sama kayak judul tulisan ini,
HANCUR LEBUR! Saya nggak bisa membayangkan bahwa 10 tahun lagi, Indonesia akan
dipenuhi dengan anak muda yang terampil berbahasa inggris dan saya masih saja
kemana-mana membawa kamus tebal bahasa inggris (atau kalau mampu, beli kamus
elektronik) dan sibuk buka sana-sini hanya untuk menemukan arti kata: nourish, flourish, extraordinary, georgeous,
etc. Terkutuklah diri saya yang bodoh inniii...
Saya masih
ingat pada teman saya yang adalah guru di sekolah elite di Surabaya, yang
bercerita dengan penuh semangat mengenai bagaimana murid-muridnya yang masih
kecil-kecil itu (usia pra-sekolah) ternyata sudah canggih bercas-cis-cus bahasa
inggris. Saya yang mendengarnya juga cuma manggut-manggut dan semakin
tersepona, eh... terpesona dengan anak-anak zaman sekarang dan sekaligus semakin
terpuruk ketika menyadari kemampuan bahasa inggris saya. Hiks.., hiks.., hiks... Soalnya saya ini termasuk anak generasi
zaman dimana bahasa inggris itu masih tergolong bahasa tingkat dewa. Susahnya
lagi, rekan2 pergaulan saya juga sedikit sekali yang ahli dalam hal ini. Maka
ketika dunia bergerak semakin cepat dan bahasa inggris menjadi bahasa
keseharian, saya merasa tertinggal cukup jauh di belakang bersama komunitas
yang cukup terbelakang dalam hal ini. Namun ternyata saya tidak perlu mengutuki
diri sendirian. Karena teman-teman di sekitar lingkar pergaulan saya memiliki
kemampuan berbahasa inggris yang jauh lebih parah daripada saya. Tentu saya
tidak layak dan pantas bila harus berbangga atas kenyataan ini, dimana saya
menjadi sedikit terpuji di antara yang tercela. Namun berbangga sedikit boleh
lah. Jhaha!!! *busungkan dada dan perut yang penuh lemak*
Oh iya, berkaitan
dengan tema ini, saya punya kisah menarik mengenai teman saya yang memiliki
persoalan serupa dengan saya, yakni bodoh dan tidak berdaya melawan keadaan. *maaf, pilihan katanya sangat sadis* Sewaktu
studi di Malang, saya punya teman yang kemampuan bahasa inggrisnya jauh lebih
memprihatinkan daripada saya. Ini teman saya adalah anak luar pulau (berdarah
Flores ,kelahiran Kalimantan) yang kalo sudah ketemu teks bahasa inggris yang
sulit (dan baginya, semua teks inggris itu sulit) bertanyalah dia kepada saya
yang sedikit lebih maju daripada dia. Sebenarnya dia ini sudah berusaha keras
mempelajarinya, namun apa daya karena sudah terlambat dan tuntutan studi sdh
terlanjur berat, maka dia kerap menemui jalan buntu bagi usahanya ini. Meski
tidak pandai bahasa inggris, namun teman saya ini pandai berbahasa daerah.
Entah sudah ada berapa bahasa daerah yang dikuasainya. Ia menguasai bahasa
daerah dari beberapa suku di Flores (ada beberapa dan berbeda sama sekali satu
sama lain), lalu bahasa Banjar (Kalimantan), juga bahasa Jawa. Waduh, bahasa
jawanya itu bisa sangat medok sekali di telinga saya. Bahkan dengan logat
jawanya yang medok itu, sudah banyak orang yang percaya dan tertipu karena dia
sering mengaku sebagai anak kelahiran Jawa Tengah, bapak dari Flores dan Ibu
dari Tegal. Padahal ya enggak bener itu semua. Dia mah Flores tulen, luar
dalam. Jhaha!! Kemampuan teman saya ini memang sangat luar biasa. Mungkin kalau
ia dilepas di Inggris Raya selama setahun, saat kembali ke Indonesia ia juga
tidak akan kalah mahirnya dengan mereka yang sangat mahir berbahasa inggris
lulusan EF atau kursusan mahal sejenisnya itu. *lihat brosur kursusan, lalu lihat dompet, lalu gantung diri*
Berkaca dari
pengalaman saya dan teman saya ini, akhirnya saya bisa mengambil kesimpulan demikian
atas kenyataan bahwa kemampuan bahasa inggris saya ini hancur lebur: bahwa hal ini
adalah suatu kenyataan yang tidak najis atau haram untuk diakui. Ini adalah
kenyataan yang harus saya terima dengan lapang dada, bahwa generasi sesudah
saya itu jauh lebih hebat daripada saya dalam hal-hal tertentu (bahasa inggris
salah satunya). Bahasa kerennya, saya harus legawwaaa... *ngelus dada pakai parutan*Atau kalau mau diperkecil dan diperjelas
lagi skala permenungannya, kesimpulan itu bisa berbunyi demikian, bahwa ada
kalanya kemampuan sesama itu bisa jauh lebih hebat dari kemampuan diri saya. Kemampuan
sesama saya yang lebih hebat itu bisa bermacam-macam bentuknya, baik dalam bentuk
intelektual, finansial, penampilan fisik, kesehatan, golongan sosial, dsb. Dan
atas kenyataan ini, saya pun harus senantiasa tetap mengambil sikap
LEGAWWAAA... *ngelus dada pakai garu
bajak*
Mengapa kita harus
mengambil sikap legawa? Ya karena memang ada hal-hal yang tidak bisa kita ubah
dalam diri kita, yang membuat kita harus dapat menerimanya dengan berbesar
hati, lapang dada, alias ya itu tadi, legawa. Ada kenyataan diri dan kondisi di
luar diri yang tidak bisa kita ubah dan harus dapat kita terima dengan legawa. Namun
untuk hal-hal yang bisa diubah menjadi lebih baik, kita tidak boleh sekedar
legawa, tetapi refreinnya harus diubah menjadi BERUSAHA. Dalam hal ini, kebodohan
saya dalam berbahasa inggris yang menjadi tema awal tulisan saya ini adalah
jenis yang bisa diusahakan untuk dirubah, meski awalnya harus saya terima
terlebih dahulu sebagai kenyataan dalam diri saya ini. Dengan demikian, lalu
fasenya adalah sbb: Legawa lalu berusaha. Tanpa legawa dan menerima kenyataan,
maka anda tidak dapat memulai berusaha. Dan bila anda tidak mau legawa, maka anda
tidak akan pernah dapat berusaha.
Sebagai
penutup, saya hendak berkisah mengenai orang yang tidak bisa legawa. Suatu saat
saya bertemu dengan seorang bapak, yang tidak legawa atas kondisi perekonomian
keluarganya tidak maju-maju. Stagnan dan cenderung mundur. Dagangan sepi.
Ketika saya berbicara dengan orang demikian ini, aura putus asanya sangat kuat.
Isi perbincangannya hanya kutukan dan luapan kejengkelan. Dengan melulu berbuat
demikian tanpa disertai usaha lebih, hidupnya tidak akan mengalami perubahan. Namun
dia sudah nyaman dengan zona hidup yang tidak nyaman ini. Karena hanya dengan
demikian, maka ia mendapat alasan untuk mengutuk Tuhan.
Sekian tulisan
saya yang tidak berpangkal benar dan berujung tepat. Awalnya ngomong bahasa
inggris yang kacau balau, tapi ujung2nya malah nasehati orang. Maklum..., menasehati
orang itu bagian dari pekerjaan saya sekarang dan di masa depan. Jhaha!!! God bless you...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar