17 Juni 2013

BAHASA INGGRIS SAYA HANCUR LEBUR (LEGAWA)



Saya tiba-tiba pingin nulis tentang tema ini karena saya baru sadar bahwa bahasa Inggris itu ternyata sudah jadi pelajaran di tingkat TK! Whaattt???? (ekspresi kaget juga pakai bahasa inggris biar keren; Hehehe...).  Saya baru tahu akan hal ini setelah saya ketemu dengan keponakan saya yang lucu-lucu, si Nuke dan Gigih, dan dengar cerita dari mereka kalau sudah sejak TK, mereka diajari bahasa inggris. Nggak hanya bahasa inggris saja, saat SD pun sekarang mereka sudah ada pelajaran bahasa mandarin. Alamaaakkk... *jedok2in kepala di tembok* Namun syukur kepada Allah, masih ada juga pelajaran bahasa Jawa, sehingga nggak percuma alm. Mbah Maridjan yang dulu sering tampil di teve dan berkali-kali ngomong jawa, “Rosa, rosa”. Jhaha!! Long live for Mbah Maridjan!!
Dan kembali lagi ke topik bahasan tadi, mengenai keterlambatan saya menyadari kemajuan pendidikan SD di Indonesia saat ini. Setelah  saya tahu akan hal itu, maka saya menjadi semakin sadar betapa terbelakangnya saya ini. Pasalnya kalau boleh jujur, sampai sekarang ini kemampuan bahasa inggris saya masih hancur lebur. Iyak betul, sama kayak judul tulisan ini, HANCUR LEBUR! Saya nggak bisa membayangkan bahwa 10 tahun lagi, Indonesia akan dipenuhi dengan anak muda yang terampil berbahasa inggris dan saya masih saja kemana-mana membawa kamus tebal bahasa inggris (atau kalau mampu, beli kamus elektronik) dan sibuk buka sana-sini hanya untuk menemukan arti kata: nourish, flourish, extraordinary, georgeous, etc. Terkutuklah diri saya yang bodoh inniii...

Saya masih ingat pada teman saya yang adalah guru di sekolah elite di Surabaya, yang bercerita dengan penuh semangat mengenai bagaimana murid-muridnya yang masih kecil-kecil itu (usia pra-sekolah) ternyata sudah canggih bercas-cis-cus bahasa inggris. Saya yang mendengarnya juga cuma manggut-manggut dan semakin tersepona, eh... terpesona dengan anak-anak zaman sekarang dan sekaligus semakin terpuruk ketika menyadari kemampuan bahasa inggris saya. Hiks.., hiks.., hiks... Soalnya saya ini termasuk anak generasi zaman dimana bahasa inggris itu masih tergolong bahasa tingkat dewa. Susahnya lagi, rekan2 pergaulan saya juga sedikit sekali yang ahli dalam hal ini. Maka ketika dunia bergerak semakin cepat dan bahasa inggris menjadi bahasa keseharian, saya merasa tertinggal cukup jauh di belakang bersama komunitas yang cukup terbelakang dalam hal ini. Namun ternyata saya tidak perlu mengutuki diri sendirian. Karena teman-teman di sekitar lingkar pergaulan saya memiliki kemampuan berbahasa inggris yang jauh lebih parah daripada saya. Tentu saya tidak layak dan pantas bila harus berbangga atas kenyataan ini, dimana saya menjadi sedikit terpuji di antara yang tercela. Namun berbangga sedikit boleh lah. Jhaha!!! *busungkan dada dan perut yang penuh lemak*
Oh iya, berkaitan dengan tema ini, saya punya kisah menarik mengenai teman saya yang memiliki persoalan serupa dengan saya, yakni bodoh dan tidak berdaya melawan keadaan. *maaf, pilihan katanya sangat sadis* Sewaktu studi di Malang, saya punya teman yang kemampuan bahasa inggrisnya jauh lebih memprihatinkan daripada saya. Ini teman saya adalah anak luar pulau (berdarah Flores ,kelahiran Kalimantan) yang kalo sudah ketemu teks bahasa inggris yang sulit (dan baginya, semua teks inggris itu sulit) bertanyalah dia kepada saya yang sedikit lebih maju daripada dia. Sebenarnya dia ini sudah berusaha keras mempelajarinya, namun apa daya karena sudah terlambat dan tuntutan studi sdh terlanjur berat, maka dia kerap menemui jalan buntu bagi usahanya ini. Meski tidak pandai bahasa inggris, namun teman saya ini pandai berbahasa daerah. Entah sudah ada berapa bahasa daerah yang dikuasainya. Ia menguasai bahasa daerah dari beberapa suku di Flores (ada beberapa dan berbeda sama sekali satu sama lain), lalu bahasa Banjar (Kalimantan), juga bahasa Jawa. Waduh, bahasa jawanya itu bisa sangat medok sekali di telinga saya. Bahkan dengan logat jawanya yang medok itu, sudah banyak orang yang percaya dan tertipu karena dia sering mengaku sebagai anak kelahiran Jawa Tengah, bapak dari Flores dan Ibu dari Tegal. Padahal ya enggak bener itu semua. Dia mah Flores tulen, luar dalam. Jhaha!! Kemampuan teman saya ini memang sangat luar biasa. Mungkin kalau ia dilepas di Inggris Raya selama setahun, saat kembali ke Indonesia ia juga tidak akan kalah mahirnya dengan mereka yang sangat mahir berbahasa inggris lulusan EF atau kursusan mahal sejenisnya itu. *lihat brosur kursusan, lalu lihat dompet, lalu gantung diri*
Berkaca dari pengalaman saya dan teman saya ini, akhirnya saya bisa mengambil kesimpulan demikian atas kenyataan bahwa kemampuan bahasa inggris saya ini hancur lebur: bahwa hal ini adalah suatu kenyataan yang tidak najis atau haram untuk diakui. Ini adalah kenyataan yang harus saya terima dengan lapang dada, bahwa generasi sesudah saya itu jauh lebih hebat daripada saya dalam hal-hal tertentu (bahasa inggris salah satunya). Bahasa kerennya, saya harus legawwaaa... *ngelus dada pakai parutan*Atau kalau mau diperkecil dan diperjelas lagi skala permenungannya, kesimpulan itu bisa berbunyi demikian, bahwa ada kalanya kemampuan sesama itu bisa jauh lebih hebat dari kemampuan diri saya. Kemampuan sesama saya yang lebih hebat itu bisa bermacam-macam bentuknya, baik dalam bentuk intelektual, finansial, penampilan fisik, kesehatan, golongan sosial, dsb. Dan atas kenyataan ini, saya pun harus senantiasa tetap mengambil sikap LEGAWWAAA... *ngelus dada pakai garu bajak*
Mengapa kita harus mengambil sikap legawa? Ya karena memang ada hal-hal yang tidak bisa kita ubah dalam diri kita, yang membuat kita harus dapat menerimanya dengan berbesar hati, lapang dada, alias ya itu tadi, legawa. Ada kenyataan diri dan kondisi di luar diri yang tidak bisa kita ubah dan harus dapat kita terima dengan legawa. Namun untuk hal-hal yang bisa diubah menjadi lebih baik, kita tidak boleh sekedar legawa, tetapi refreinnya harus diubah menjadi BERUSAHA. Dalam hal ini, kebodohan saya dalam berbahasa inggris yang menjadi tema awal tulisan saya ini adalah jenis yang bisa diusahakan untuk dirubah, meski awalnya harus saya terima terlebih dahulu sebagai kenyataan dalam diri saya ini. Dengan demikian, lalu fasenya adalah sbb: Legawa lalu berusaha. Tanpa legawa dan menerima kenyataan, maka anda tidak dapat memulai berusaha. Dan bila anda tidak mau legawa, maka anda tidak akan pernah dapat berusaha.
Sebagai penutup, saya hendak berkisah mengenai orang yang tidak bisa legawa. Suatu saat saya bertemu dengan seorang bapak, yang tidak legawa atas kondisi perekonomian keluarganya tidak maju-maju. Stagnan dan cenderung mundur. Dagangan sepi. Ketika saya berbicara dengan orang demikian ini, aura putus asanya sangat kuat. Isi perbincangannya hanya kutukan dan luapan kejengkelan. Dengan melulu berbuat demikian tanpa disertai usaha lebih, hidupnya tidak akan mengalami perubahan. Namun dia sudah nyaman dengan zona hidup yang tidak nyaman ini. Karena hanya dengan demikian, maka ia mendapat alasan untuk mengutuk Tuhan.
Sekian tulisan saya yang tidak berpangkal benar dan berujung tepat. Awalnya ngomong bahasa inggris yang kacau balau, tapi ujung2nya malah nasehati orang. Maklum..., menasehati orang itu bagian dari pekerjaan saya sekarang dan di masa depan. Jhaha!!! God bless you...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar