07 Desember 2012

Laskar JUNTOS PANDEMOS 1 dari 3



Tingkat 3

*Juntos Pandemos adalah motto hidup para calon imam angkatan 21 Tahun Rohani - Malang. Juntos Pandemos selalu kami yakini sebagai kata-kata dalam bahasa Spanyol yang berarti “Bersama Kita Bisa”. Sayangnya dalam bahasa Spanyol yang sesungguhnya, bukan demikianlah ungkapan yang tepat untuk menyatakan maksud kami tersebut. Yang benar adalah Juntos Podamos. Jadi, kami salah total!!! Jhahaha… Tapi kami tidak ambil pusing dengan semua itu. Apapun kata dunia, kami tetap meyakini bahwa arti Juntos Pandemos adalah selalu “Bersama Kita Bisa”. Dan keyakinan kami ini tidak dibangun di atas dasar yang sia-sia, tetapi dari pengalaman hidup kami bersama selama 5 tahun, yang terus menerus menghidupi semangat “Bersama Kita Bisa” a.k.a Juntos Pandemos ini.

                Tahun 2007 kami bertemu bersama di Tahun Rohani - Claket, Malang, sebagai para calon imam dari berbagai keuskupan, yakni Surabaya, Malang, Denpasar, Samarinda, Sintang, Tanjung Selor, Palangkaraya, Pontianak, Ketapang, dan Sanggau. Saat itu kami berjumlah 32. Secara perlahan tapi pasti, sebagaimana yang terjadi di semua instansi pendidikan calon imam di seluruh dunia, jumlah kami menyusut. Alasan penyusutan jumlah ini beragam; ada yang mengundurkan diri secara baik-baik, namun ada juga yang diminta mengundurkan diri oleh para formator dengan berbagai alasan. Sampai akhirnya di tahun kelima, hanya 19 orang saja yang bertahan di akhir proses pendidikan calon imam setingkat S-1 ini. Dari jumlah yang bertahan di akhir proses ini pun, tidak semuanya maju ke jenjang pendidikan imamat yang lebih tinggi.
                Proses 5 tahun ini bukanlah kurun waktu yang bisa dikomentari secara sederhana sebagai suatu waktu yang cepat dan tidak terasa. Karena secara faktual, kami telah merasakan banyak perkembangan dalam diri kami, baik itu secara rohani maupun jasmani. Namun tidak tepat juga bila dikatakan bahwa 5 tahun ini terasa sangat lama dan membosankan. Karena nyatanya toh saat ini kami belum benar-benar rela untuk menghadapi keterpisahan kami masing-masing; kami masih rindu untuk hidup bersama dalam kebahagiaan. Meski kami masih rindu untuk terus hidup bersama sebagai satu angkatan, namun kami harus berbesar hati menghadapi kenyataan dan perubahan; kami harus berpisah!
                Setiap pertemuan selalu diakhiri dengan perpisahan. Dan di mana-mana, perpisahan itu akan selalu menyedihkan. Meski senantiasa ada doa dan harapan agar masing-masing yang berpisah itu akan mengalami kebahagiaan dan kesuksesan, namun juga akan selalu ada ketakutan dalam perpisahan itu, yakni bila mereka yang berpisah itu tidak akan bertemu lagi. Dan bukankah inilah sesungguhnya ketakutan utama dari suatu perpisahan; ketakutan untuk tidak dapat bertemu lagi?
Tetapi mengesampingkan ketakutan tersebut, ada satu hal berharga yang senantiasa dapat kami simpan meski kami terpisah satu sama lain atau bahkan mungkin tidak akan pernah dapat bertemu lagi. Sesuatu yang berharga itu bernama kenangan. Kenangan pernah hidup bersama, berjuang bersama, bergembira bersama, bersedih bersama, bertengkar bersama, dsb., adalah harta berharga yang tak akan pernah dapat kami lupakan. Sesuatu inilah yang kelak akan dapat menjadi penghiburan tersendiri di hari tua kami, yakni ketika kelak di satu titik kami menoleh ke belakang untuk melihat jejak-jejak perjalanan hidup kami. Momen-momen hidup bersama sebagai satu angkatan ini akan menjadi kisah yang tidak akan pernah dapat habis untuk dikisahkan dan dibagikan kepada orang lain.
Tahun Rohani


Pada awalnya, kami berjumlah 32. Namun di 5 tahun perjalanan bersama, sisanya kurang lebih tinggal separuh. Presentase berkurangnya personel hampir mencapai 50%. Berikut ini adalah profil singkat dari laskar jihad Juntos Pandemos, terutama yang masih bertahan sampai kelulusan tahun 2012 (5 tahun sejak 2007):

  1. Nikolous Sujud – keuskupan Palangkaraya
Nama panggilannya adalah Niko. Namun nama bekennya adalah Pak Bon atau Sujud. Ia merupakan putra daerah dari Keuskupan Palangkaraya, tepatnya dari Desa Penyombaan, Paroki St. Yoseph - Kudangan KALTENG. Ia lahir tanggal 16 Mei 1985. Niko pernah menjabat sebagai ketua angkatan di tahun kedua. Ia adalah frater penggila klub Real Madrid dan idolanya adalah Cristiano Ronaldo. Ia bahkan sering ngotot mengaku mirip CR7, meski jelas-jelas tidak mirip. Kalau bermain sepak bola di seminari, ia sangat ditakuti lawan-lawannya. Ia ditakuti bukan karena skill-nya yang hebat, melainkan karena suka menubruk lawan seenaknya dengan badannya yang gempal dan besar itu. Entah sudah berapa jumlah korban jiwa yang melayang karena keganasannya tersebut. Dan repotnya kalau diingatkan, ia justru menyalak, eh.., maaf, menyalahkan teman yang katanya menghalangi jalur larinya. *tepok jidat* Meski demikian, di kalangan para suster SSpS dan ibu dapur, ia adalah frater yang disayang dan dikenal sangat baik. Karena selain ia ramah dan rajin berkunjung ke dapur (untuk mengontrol kualitas), ia termasuk frater yang tidak repot soal makanan. Semua makanan dapat dilahapnya dengan penuh sukacita, bahkan juga makanan teman-temannya sampai-sampai sering terjadi huru-hara di refter. Prinsip hidupnya adalah “makanlah sebanyak-banyaknya saat ini, karena siapa tahu besok kamu akan mati dan tidak dapat makan lagi”. Subhanaallah, jud... *geleng-geleng kepala dan elus-elus perut*

  1. Simon Ludianto – keuskupan Palangkaraya
Ludi lahir tanggal 7 Juni 1988 dan berasal dari Paroki St. Paulus Buntok KALTENG. Ia adalah frater putra daerah keuskupan Palangkaraya. Di angkatan kami, ia adalah frater yang paling ngartis (hal ini bisa dilihat dari koleksi fotonya yang selalu berpose bak foto model majalah Femina tahun 1990). Konon, ia dulu bercita-cita jadi artis sinetron atau penyanyi. Sayang, cita-citanya tidak pernah kesampaian karena ia tidak diizinkan orangtuanya untuk ikut audisi di Jakarta, sehingga ia banting setir menjadi imam saja. Ikut Indonesian Idol adalah salah satu obsesinya. Bahkan karena saking getolnya, ia saban hari rajin ke ruang internet seminari buat download video youtube Indonesian Idol, Opera van Java, dsb. Mungkin kalau di Palangkaraya sudah punya tv lokal, ia mau mendaftarkan diri jadi artis daerah. Katanya, “Yah..., meski tidak bisa jadi artis ibu kota, jadi artis daerah juga boleh lah”. Bekal kursus olah vokal di Gracisio Sonora akan menjadi modal kebanggaannya untuk meniti karier di dunia entertainment. Oh iya, jabatan paling bonafide, spektakuler, dan fantastis, yang pernah dipegangnya selama di seminari Giovanni adalah presiden BEM STFT Widya Sasana Malang periode 2010-2011. *uhuk uhuk hooeekkk* Meski jabatannya sangat tinggi di antara kami, namun ia adalah sosok yang rendah hati (ini pengakuannya, tapi silahkan tanya teman-temannya). Namun memang harus diakui bahwa ia memiliki kepedulian yang besar terhadap teman yang lain. Salute untuk calon artis lokal Palangka Raya satu ini.
Ki-ka: Ludi, Niko
 
  1. Andreas Benoe Angger Putranto – keuskupan Surabaya
Nama panggilannya adalah Angger. Tidak dianjurkan untuk memanggilnya Benoe, karena itu adalah juga nama bapaknya. Benoe ini, eh maaf..., Angger ini adalah arek Suroboyo asli made in Rungkut, masuk di wilayah Paroki Roh Kudus. Ia lahir tanggal 25 Juli 1988. Angger adalah anggota angkatan Juntos Pandemos dengan jam terbang pastoral yang sangat tinggi, bahkan ia disebut-sebut sebagai Bapak Pastoral Indonesia. Boleh dibilang ia adalah seksi humas kami yang sangat handal. Segala urusan ke luar seminari, hampir pasti ditangani oleh teman kami satu ini. Ia memiliki segudang talenta, dari fotografi, digital desain, editing video, dsb. Khusus editing video, pokoknya setiap video di Youtube yang diawalnya dibuka dengan tulisan Temus Production, dapat dipastikan bahwa itu adalah karyanya. Karya Angger yang paling fenomenal dan mengguncang seluruh komunitas calon imam se-Malang Raya adalah video klip Keong Ganas, hasil covering Keong Racun milik Sinta Jojo. Bila penasaran, silahkan cari videonya di Youtube. Semoga masih ada dan tidak disensor oleh pihak berwenang, polisi divisi cyber-crime. Di antara kami, ia adalah sumber kebahagiaan dan kreativitas yang tak ada habisnya. Jabatan paling tersohor darinya adalah ketika ia menjadi ketua panitia Giovannian dari angkatan kami. Pokoknya si Angger ini serupa dengan baterai Alkaline Energizer, nggak ada matinya dan ruuaarrrr biaasssaaa!!!!

  1. Bernadus Teddy Prasetyo – keuskupan Surabaya
Saya adalah pengarang tulisan ini dan biasa dipanggil Teddy. Lahir 02 Oktober 1988 dan bertempat tinggal di Waru – Sidoarjo. Di angkatan, saya menjabat seksi studi abadi, dari tingkat 1 sampai tingkat 4. Seksi studi ini merupakan kamuflase bagi yang namanya seksi pengepul ringkasan mata kuliah. Secara praktis, saya bekerja ketika mendekati masa-masa UTS dan UAS. Saya harus memastikan bahwa setiap teman memiliki ringkasan dari matkul yang diperlukan supaya mereka semua dapat lolos dari ujian-ujian dosen. Meski menurut salah satu romo formator, ini adalah pekerjaan “kotor” dan “haram” karena mencederai semangat pendidikan, namun demi masa depan teman-teman, saya tetap mengerjakannya (maaf, bila dirasa terlalu didramatisir). Oh iya, selain menjabat seksi studi abadi, saya dikenal sebagai pemain basket dengan jam terbang tinggi. Di seminari, saya cukup disegani sebagai defender basket yang handal. Gerakan pertahanan saya yang terkenal adalah “Kibasan Pantat Maut”. Gerakan maut ini sangat sukar ditiru, kecuali anda punya modal pantat besar seperti saya. Apa? Pantat tepos? Maaf, bagi saya anda lebih baik jadi penonton saja. Jhaha!!

  1. Stephanus Andrian Yudistira – keuskupan Surabaya
Meski nama lengkapnya keren, tapi ia biasa dipanggil secara tidak hormat oleh teman-temannya dengan panggilan Doyok. Doyok ini adalah putra paroki Mater Dei – Madiun, yang lahir 27 September 1986. Ia bertempat tinggal di Jln. Setia Budi Timur 32b, Madiun. Pemuda bertubuh tipis ini (maaf, sekarang katanya sudah agak gemukan) adalah pemain musik yang handal. Keahlian gitarnya sudah setingkat dewa. Karena kepiawaiannya bermusik, tak jarang ia (secara terpaksa) merangkap menjadi dirigen angkatan setiap tugas koor seminari. Ia juga dikenal sebagai sosok yang memiliki otak cemerlang dan tingkat kreativitas tinggi. Maka kemampuannya itu tak pernah disia-siakan dan bakal diperas habis-habisan jika angkatan mendapat tugas kepanitiaan. Jhaha!! Oh iya, Doyok ini kami kenal dengan baik sebagai pemuda dengan gejolak emosi yang membahayakan sesama. Kalau hatinya senang, ia bisa ketawa-ketawa sendiri. Tapi susah kalau ia sedang ada masalah. Dianjurkan supaya jangan dekat-dekat kalau tidak mau mendapat semburan mematikan atau tampilan manyun dari wajahnya yang membuat perut anda sakit. *larriii, Doyok ngamuk!!!* Namun pada dasarnya ia pria yang dicintai banyak orang karena mudah bergaul. Saking hebatnya dirinya dalam bergaul, ia hampir kenal dengan semua orang “kecil” di sekitar seminari; dari penjual nasi goreng, tukang parkir Indomaret, tukang jaga konter pulsa, pemilik toko Hot Mom, dan mash banyak lagi. Ia mengaku bahwa kunci suksesnya bergaul cuma satu, yakni ketampanan wajahnya. HAH??? GAK SALAH DENGER TA, YOK??? Tampan dari Hongkong??? *iket Doyok paki rafia* *buang ke jurang belakang seminari*
                                                                                                                                             
  1. Stefanus Kiki Aditya – keuskupan Surabaya
Jejaka tampan rupawan se-kecamatan ini lahir tanggal 25 April 1986. Ia berasal dari daerah perumahan Kodam di Karang Pilang, Surabaya. Panggilannya memang imut, yakni Kiki. Tapi ukuran badannya tidak imut sama sekali, bahkan cenderung amit-amit. Sekedar gambaran, bobotnya +100 kg dengan tinggi badan +165 cm. Entah dalam sehari, berapa karung beras harus dihabiskan untuk memenuhi nafsu makannya yang memang terkenal liar itu. Ya..., memang pada akhirnya, sosok Kiki ini tidak bisa dipisahkan dari hal-hal seputar piring, sendok, beras, kompor, dsb. Pengalamannya sebagai tukang nasi goreng keliling di sekitar komplek Kodam Surabaya dulu tidak disia-siakannya (entah kisahnya sebagai penjual keliling ini benar atau tidak) karena di angkatan kami, ia akhirnya memiliki spesialisasi sebagai tukang masak. Demi acara angkatan, entah sudah berapa anjing, ayam, dan bebek yang berakhir di panci penggorengan karena keganasan tangannya. Meski rasa masakannya tidak seenak masakan di restoran mewah, namun hasil karyanya itu sudah cukup untuk menenangkan gejolak demonstrasi cacing-cacing penghuni perut kami. Pokoknya, Kiki ini adalah Master Chef andalan kami, dengan spesialisasi makanan selera kuli. Oh iya, masakan andalannya adalah cilok. Sejak di tahun Rohani sampai seminari tinggi, ia sudah berulang kali bereksperimen membuat cilok. Cilok paling fenomenal dihasilkannya di unit 6 saat menjadi tuan rumah doa rosario komunitas. Itu memang sungguh-sungguh aci (kanji) goreng yang ualloootttt setengah mati. Pokoke, maknyussss bin makjosss....
Ki-ka: Doyok, Kiki, Angger, Teddy
 
  1. Fransiskus Muliaki – keuskupan Ketapang
Panggilan teman satu ini cukup singkat, yakni Mul atau Aki. Ia lahir tanggal 17 September 1986. Ia bertempat tinggal di Kec. Jelai Halu – Tanjung, Ketapang KALBAR. Ia adalah satu-satunya teman angkatan yang berasal dari keuskupan Ketapang. Ia mengaku memiliki hobi bertukang. Cita-citanya, kalau mati mau bertemu Santo Yosep untuk belajar bertukang langsung dengannya. Selain bertukang, Mul juga memiliki ciri khas yang tidak bisa dilupakan dalam angkatan kami, yakni suka berdebat atau adu mulut. Paling asyik itu kalau mendengar Mul ini sedang adu mulut dengan teman atau bahkan dosen. Seru dan mengasyikkan!! Pokoknya, kalau otot lehernya Mul belum keluar, itu berarti ia belum serius. Tapi kalau suasana debat sudah memanas, suaranya bisa keras dan meninggi seperti orang ngajak berantem. Namun sejatinya ia tidak pernah bermaksud demikian karena pada dasarnya ia itu baik hati, rajin menabung, dan suka membuang sampah pada tempatnya. Meski badannya kecil, ia cukup jago dan lincah dalam olahraga sepak bola. Dalam Giovannian, entah sudah berapa gol pernah tercipta dari kakinya. Boleh dibilang, “kecil-kecil cabe rawit”-lah. Oh iya, bila melihat Mul dari kejauhan, anda bisa mengira ia adalah Ariel “Noah” atau Rizky “The Titan” karena memang siluet wajahnya mirip para artis tersebut (bila dilihat dari jarak 100 meter dengan menggunakan sedotan mampet). Namun ketika semakin dekat dan dekat, bisa jadi anda kecewa luar biasa karena ternyata ketika dicek KTP-nya, tertulis nama: Muliaki. Naasnya, saya pun sering tertipu demikian. Semoga anda tidak.
Muliaki

Tidak ada komentar:

Posting Komentar