07 Desember 2012

Laskar JUNTOS PANDEMOS 3 dari 3


Tingkat 4 (tahun terakhir)

  1. Matius Wira Weking – keuskupan Tanjung Selor
Pria kelahiran 21 Sept 1985 dan berasal dari Paroki Santo Yosef Riangkemie, NTT – Flores, Larantuka, ini adalah pria yang unik karena memiliki banyak nama. Panggilan aslinya adalah Matius, tetapi nama aliasnya ada banyak; sebutlah Matking, Ricky, Tikus, dsb. Nama aliasnya memang ada banyak. Tetapi itu bukan karena ia adalah mantan penjahat atau residivis, melainkan konon karena kekasihnya banyak. Maka untuk menipu mereka, ia harus memiliki banyak nama supaya ke-playboy-annya tidak terungkap. Namun siapa sangka, dengan modal wajah yang cukupan, dia dapat menggaet hati banyak perempuan. Dalam hal ini, kita memang perlu mengakui mukjizat Allah yang Mahakuasa. Jhaha!! Eh, Matking ini sangat jago sepak bola. Meski dalam hidup sehari-hari, ia selalu kelihatan loyo dan tak bertenaga, ternyata ia dapat menjadi beringas dan hebat luar biasa ketika sudah memasuki lapangan sepak bola. Kecepatan dan ketepatan menggocek bola menyamai keahlian Irfan Bachdim. Karena keahliannya ini, ketika menempuh SMA di Probolinggo, ia bahkan sempat ditawari untuk masuk dalam klub lokal kota setempat. Namun ia menolak karena kecintaannya terhadap cita-cita imamat, menjadi imam di keuskupan Tanjung Selor. Ia ingin mengabdikan kelincahan dan keuletannya untuk menggembalakan umat keuskupan Tanjung Selor. Betapa beruntungnya keuskupan Tanjung Selor memiliki calon imam yang sedemikian zuppeeerrrr.......

  1. Yoseph Kerobi Bata – keuskupan Tanjung Selor
Ia dulu memproklamirkan diri sebagai Bos geng sigura-gura (entah anggotanya siapa). Nama aslinya keren, yakni Yosep Kerobi Bata. Namun panggilannya lalu menjadi sangat singkat namun mengena, yakni Obi. Ia berasal dari Paroki Santo Yosef Riangkemie, NTT – Flores, Larantuka. Ia konon masih satu saudara dengan Matking, saudara Adam Hawa. Sosok Obi ini dikenal di antara teman-teman seangkatan sebagai public speaker nomor wahid. Bila sudah berbincang dengannya, dapat dipastikan bahwa ia tidak akan pernah kehabisan cerita untuk dibagikan. Bahkan di antara kami sudah terbiasa, apabila sudah tidak kuat mendengar kisahnya yang terlalu panjang, kami kemudian melambai kepada kamera untuk minta diselamatkan (seperti acara Tv, “Masih Dunia Lain”). Jhaha!!! Oh iya, Obi ini adalah rastafara mania uyyeee..... Boleh dibilang bahwa selain cinta mati sama Yesus, ia juga cinta mati sama reggae. Ditopang kepandaiannya bermain musik, ia sudah sering tampil bersama kawan-kawannya menyanyi lagu-lagu reggae. Bahkan saat diadakan pentas untuk mengenang bencana lumpur Sidoarjo di tahun 2012, ia ikut tampil bermusik di Porong, Sidoarjo sana. Kata-kata khas Obi bila sudah bertemu kami di jalan, warung, atau sudut lapangan sepak bola adalah woyyoooo... (huruf O dibaca seperti membaca: yoyo), sambil menggerakkan tangan dan kakinya ala dansa pogo ska. Inilah anggota laskar Juntos Pandemos yang penuh semangat dan ceria! Cetaarr membahannaaa!!!!
Ki-ka: Obi, Matius


  1. Remanus – keuskupan Samarinda
Nama lengkapnya adalah Remanus Kupil. Di seminari menengah ia biasa dipanggil Kupil, tetapi di Malang, ia biasa dipanggil lebih keren, yakni Reman. Reman termasuk golongan tua di angkatan kami, karena ia lahir tanggal 18 November 1984. Ia berasal dari Sekolaq Darat, Paroki Santo Markus – Melak, KALTIM. Reman adalah calon imam Keuskupan Samarinda yang memiliki jalan panggilan luar biasa. Dulu ia memiliki cita-cita menjadi polisi hutan, namun karena Allah memanggilnya dengan begitu kuat, maka ia pun lebih memilih untuk menjalani panggilan menjadi imam. Maka cita-citanya sekarang berubah menjadi “polisi rohani penjaga hutan Firdaus”. Reman memiliki etos studi yang kuat di antara teman-teman seangkatan. Ketekunan dan kegemilangannya dalam belajar membuatnya dipanggil prof alias profesor. Siapa tahu memang Reman ini kelak bisa menjadi kandidat calon profesor dari tanah Borneo. Setidaknya, kami sudah bisa melihat bibit intelektual yang baik selama di seminari tinggi Malang. Di angkatan, Reman terkenal sangat baik hati. Minta apa saja ke kamarnya, pasti tidak akan ditolak sejauh ia punya. Asal tidak minta uang saja, ya Man? Jhaha!! Omong-omong Reman ini juga dikenal dengan baik sebagai pemain ping-pong paling handal seangkatan kami. Di kampungnya, ia sudah memegang banyak piala  dari berbagai kecamatan. Rumahnya sudah penuh piala juara ping-pong dan konon hanya atlet kabupaten yang bisa menandingi kecepatan smash kirinya. Ckckck..., memang dalam sosok sederhana macam Reman ini ternyata dapat terkandung potensi luar biasa. Lain kali kalo sudah jadi imam di Samarinda, kau buat kursus pelatihan ping-pong buat OMK, man!!!
                                        
  1. Zakeus Daeng Lio – keuskupan Samarinda
Inilah teman seangkatan yang paling tidak bisa saya lupa. Karena wajah boleh seram kayak ABRI, tapi hatinya sangat lembut kayak barbie (uhuk, uhuk, hoeekkk!!). Nama lengkapnya adalah Zakeus Daeng Lio. Namun ia biasa dipanggil Daeng atau bisa juga Aeng atau Zakky (maaf, panggilan yang terakhir sesungguhnya tidak dianjurkan karena terlalu keren). Zakky alias Aeng alias Daeng ini berasal dari Desa Citra Manunggal, Kec. Kaliorang, Kab. Kutai Timur – KALTIM. Ia adalah putra Paroki Santo Yoseph – Bontang, yang lahir lima hari sesudah perayaan kemerdekaan Indonesia, yakni 23 Agustus 1987. Daeng adalah anggota dari geng Duo Kribo (satu anggotanya akan saya ungkap setelah ini!). Gayanya yang sangat tegas dan didukung bodi gempalnya ala preman terbukti sangat manjur menakut-nakuti banyak orang (entah sebagai pasukan garda depan angkatan, sudah berapa korbannya dalam acara Dies Natalis STFT). Meski demikian, Daeng ini sesungguhnya adalah sosok yang romantis karena kalau sudah di hadapan cewek, gayanya langsung berubah menjadi imut dan manja (alamaaakkkk!!!! *tepok jidat*). Daeng ini juga cukup cemerlang dalam olahraga sepak bola; dan tidak sembarangan, karena ia adalah kiper timnas seminari selama beberapa tahun. Oh iya, Daeng ini juga termasuk golongan intelektual muda Samarinda yang menonjol nilai akademiknya. Ia termasuk sosok yang diprediksi akan menjadi dosen kelak di STIPAS Samarinda. Satu lagi kelebihannya, ia sangat pintar berbahasa Jawa. Orang yang berbicara Jawa dengannya tanpa melihat KTP-nya, bisa mengira bahwa dia ini keturunan Arab kelahiran Solo (chasing hidung mirip Arab). Jhaha!!

  1. Agustinus Moan Nurak – keuskupan Samarinda
Dan inilah anggota geng Duo Kribo satunya, yakni Gusty. Nama lengkapnya Agustinus Moan Nurak. Ia sering mengaku-aku bahwa arti nama Moan adalah tuan muda. Tapi maaf, gus, kami nggak percaya. Jhaha!! Gusty ini (demikian dia meminta namanya untuk ditulis, bukan “Gusti”, dan katanya supaya keren) lahir sehari sebelum perayaan kemerdekaan Indonesia (beda tipis dengan kembarannya, si Daeng), yakni 16 Agustus 1986. Ia beralamat di Desa Olung, Kec. Tongikis, Kab. Pasir – KALTIM. Ia merupakan produk unggulan dari Paroki Alleuia – Tanah Grogot. Seirama dengan Daeng, gaya Gusty ini juga agak menyeramkan. Badan boleh kecil, tapi gerakan silat THS (Tunggal Hati Seminari) nya terkenal paling mantap di antara kami. Berkaitan dengan THS, ia suka membual bahwa dia pernah bertemu artis Dian Sastrowardoyo yang adalah kakak seperguruannya di THS. Dan sayangnya sampai sekarang, tidak ada di antara kami yang mempercayainya. Namun yang perlu diwaspadai darinya adalah gaya bicaranya yang persuasif. Gaya bicaranya sangat meyakinkan bak penjual obat jalanan. Entah bicara benar atau bohong, sangat tipis perbedaannya. Meski demikian, Gusty ini termasuk sosok yang cerdas. Nilai akademiknya membuat minder teman lainnya. Ia termasuk dalam barisan inteletual muda Samarinda. Satu lagi yang sukar dilupakan darinya adalah gayanya dalam menggosok lantai. Gerakan khas Maumere-nya itu sangat mengagumkan. Memang inilah Gusty, anak muda Maumere multitalenta yang akan menggantikan nama besar Romo Berthold Pareira. Maju, Gus!!

  1. Hilario Didakus Nenga Nampar – keuskupan Samarinda
Nama panggilannya adalah Rio atau Riung. Ia lahir 26 Agustus 1989 dan beralamat di Mess Guru Katolik, Jalan Semeru, Samarinda – KALTIM. Ia adalah putra asli Paroki Katedral Santa Maria Penolong Abadi. Rio adalah satu-satunya di antara kami yang masih mengalami seminari kecil. Rekor hidup paling lama di seminari dipegang olehnya. Bahkan parahnya, tempat pastoralnya pun sekarang di seminari menengah Don Bosco, di Samarinda. Jadi silahkan membayangkan lebih dari setengah usia anda dihabiskan dalam komunitas laki-laki. TIDDAAKKKK!!!! *terjun ke jurang* Namun salah satu keunggulan hidup lama di seminari darinya adalah skill main bolanya yang terasah sangat baik. Saat di Malang, ia adalah bek terbaik dalam timnas seminari. Tehnik, stamina, dan kecepatannya sangat mengagumkan. Kesukaannya dalam bermain bola ini akhirnya membuatnya jatuh hati kepada tim sepak bola kota Malang, yakni AREMA Indonesia. Kecintaannya bahkan boleh dikatakan sampai taraf tidak wajar. Contoh: pagi sesudah sarapan, menyetel radio Arema; kamar dipenuhi poster Arema; nama facebook-nya itu kalau nggak Rio Ongis Nade, ya Rio Aremania; pp FB isinya dia dengan Esteban (pemain Arema); waktu kerja sore, nyetel lagi lagu-lagu Arema; dsb. Stress pokoknya kalo mau ngomongin Arema sama Rio. Memang benar-benar hasil didikan Romo Endro Aremania (Projo Surabaya) yang sukses!!
          
  1. Heribertus Hibau – keuskupan Samarinda
Inilah sosok pria gempal, berkulit kuning, berumur setengah tua, berambut rapi lurus, berbetis besar, pemakan segala, yang tidak pernah dapat terlupakan. Ia biasa dipanggil Heri atau Hibau. Ia mengaku lahirpada tanggal 2 Juli 1984 dan bertempat tinggal di Desa Tering Baru, Kec. Tering; Paroki Keluarga Suci, Tering – KALTIM. Ia sangat pandai bermain bola. Posisi favoritnya adalah bek tengah. Namun seiring perutnya yang semakin membesar dan usianya yang semakin tua, harus diakui kelincahan dan staminanya berkurang banyak. Salah satu hobinya yang mengerikan adalah makan. Kapasitas perutnya itu serupa kapasitas perut 3 gelandangan yang tidak makan seharian. Jadi, sekali makan bisa sangat banyak. Meski demikian, Hibau ini merupakan sosok orang tua pendiam di angkatan kami, tapi juga sekaligus sering menjadi penyulut keonaran dalam kegiatan bersama. Kalau sudah kerasukan, ia bisa teriak-teriak tidak jelas membuat keramaian gaduh. Memang gila teman satu ini. Salah satu ciri khasnya adalah kecepatan jalannya yang di atas normal. Saat berangkat atau pulang kuliah, ia boleh dibilang frater pejalan kaki paling cepat, dengan kecepatan up to 150 kbps, atau setara 2 m/s. Tidak ada yang menyamai atau melampaui kecepatannya kecuali lyn GML (trayek GML lewat jalur ke STFT). Oh iya, Hibau ini memiliki selera cewek yang aneh. Bila teman-teman mengidolakan teman cewek seusia, ia malah suka yang lebih tua (maaf, tapi bukan nenek-nenek). Mungkin karena usianya yang memang sudah udzur, maka seleranya pun juga menyesuaikan. Jhaha!!
Ki-ka: Gusty, Daeng, Heri, Reman, Rio
Atas ki-ka: RD. Kris, Jemmy, Teddy, Rafael, Bagus, Reman, Jiran, Dodo, Ludi, Gusti, Daeng, Niko, Edi, Obi, Romi, Sadan, Andrian, Anton. Bawah ki-ka: Prima, Kiki, Agung, Hendrik, Mul, Paska, Atok, Yayan, Andi, Matius, Rio, Heri, Louis, Angger, RD. Fanny.

Selain yang tercatat di atas, masih ada banyak anggota keluarga Juntos Pandemos yang belum terungkap. Sebutlah Epi, Romi, Bagus a.k.a. Ombreng (keuskupan Surabaya), Dodo “Changcut Rangers”, Louis, Rafael a.k.a Abas, Anton (keuskupan Malang), Hendrik “perokok maut”, Edi Sukamto “si raja tourney” (keuskupan Sintang), Agung (keuskupan Samarinda), Atok a.k.a Bento (Keuskupan Denpasar), Yayan (keuskupan Sanggau). Ya, total ada 12 teman yang sudah keluar sebelum menyelesaikan perjalanan empat tahun bersama. Semoga semuanya baik-baik saja dan tidak pernah kekurangan apapun. Karena meski hanya selama setahun atau kurang kita pernah hidup bersama, kita tidak akan pernah lupa persaudaraan dan rasa kekeluargaan yang pernah kita bangun.
Tulisan profil ini sudah saya janjikan lama, tapi baru Desember 2012 ini selesai. Karena memang cukup melelahkan menulis sedemikian panjangnya secara sendirian. Sebetulnya saya masih ingin menulis lagi karena memang banyak memori yang saya ingat dan kenang, bahkan untuk mereka yang sudah keluar sebelum waktunya lulus bersama. Tapi keterbatasan waktu dan daya akhirnya mengurungkan niat saya untuk melakukannya. Catatan profil ini masih sangat terbuka untuk dikoreksi atau ditambahkan atau dikurangi karena memang berasal dari penilaian saya semata. Jadi silahkan kalau ada komentar, saya menunggunya. Saya juga mengajak teman-teman Juntos Pandemos untuk senantiasa menyempatkan setidaknya sekali dalam setahun, saat pesta Santo Matius, 21 September (hari penjubahan tingkat 1 dan ultah Matking), untuk berdoa bagi teman-teman lainnya.
Akhirulkalam, marilah kita bersama berharap: Semoga kita bisa sukses di dunia sesuai cita-cita kita, juga sesuai dengan kehendak Tuhan. Semoga di antara kita, lahirlah imam-imam yang baik. Semoga suatu saat kita bisa bertemu dalam reuni (paling dekat di Samarinda, tahun 2017) dan kalaupun tidak semoga kita bisa bertemu bersama di surga nanti: Semoga ya Tuhan, kelak di kemudian hari kami dapat bertemu satu sama lain. Entah dalam kesempatan apapun itu, kami menyerahkan semuanya kepada-Mu. Andaikan Engkau tak memberi kesempatan bagi kami untuk suatu saat bertemu teman-teman kami, maka kami hanya berharap agar Engkau sudi menyertai perjalanan hidup kami semua. Pimpinlah kami supaya selalu berada di jalan-Mu, tuntunlah kembali apabila kami tersesat, dan curahkanlah rahmat yang cukup dalam kehidupan kami masing-masing.“  Amin!
Behind the scene:  artists "Keong Ganas"


SALAM JUNTOS
(Dari teman yang tak pernah menyesal hidup bersama kalian)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar