09 Agustus 2013

MIMPI MELARIKAN DIRI




Saya dulunya percaya bahwa mimpi itu sesungguhnya hanya proyeksi dari diri seseorang. Karena merupakan proyeksi, maka isinya sekedar merupakan kenangan akan sesuatu yang sudah lewat dan harapan mengenai sesuatu yang akan datang. Ia hanyalah bunga tidur dan tak perlu diambil pusing. Namun ini menjadi sesuatu yang spesial ketika ternyata mimpi itu selalu muncul berulang.
Kisah serupa dapat kita temui dalam diri Santiago, tokoh utama dalam novel Alkemis, karangan Paulo Coelho. Santiago adalah bocah penggembala yang memulai perjalanan panjangnya akibat terusik oleh mimpi berulang yang meminta supaya ia menemukan harta di bawah piramida di Mesir. Karena mimpi berulangnya itu, ia kemudian berani menjual semua dombanya, meninggalkan rumahnya Andalusia, dan menuju ke tanah asing, padang gurun Afrika, demi mencari piramida yang tak pernah ia ketahui sebelumnya. Keberaniannya mewujudkan mimpi berulangnya itulah yang kemudian menjadi tema utama dalam novel ini. Keberaniannya dalam mewujudkan mimpinya itulah yang akhirnya membuat jalan hidup Santiago berubah.
“Mimpi-mimpi adalah bahasa Tuhan!” demikianlah kata perempuan gipsi tua dalam novel. Setelah membaca novel ini, saya pun juga mempercayai demikian. Mimpi itu dalam artian tertentu memang merupakan bahasa Tuhan. Ia hendak mengungkapkan apa yang belum tersingkap. Kisah Santiago ini menjadi kisah favorit saya. Pasalnya, saya pun memiliki mimpi berulang. Bila mimpi si Santiago berulang dua kali, saya sudah lebih dari itu. Setidaknya ada tiga kali mimpi yang sama yang sudah pernah saya alami dan saya ingat dengan jelas. Selebihnya itu saya ingat dengan samar, meski dengan tema serupa.

Bila tema mimpi berulang Santiago adalah penemuan harta karun di bawah piramida, maka tema mimpi berulang saya adalah “sebuah usaha pelarian diri”. Sudah beberapa kali saya dengan jelas dan nyata bermimpi melarikan diri. Plot utama dari mimpi saya adalah saya yang melarikan diri dari sesuatu. Lalu “sesuatu” yang mengejar saya dalam mimpi ini bisa bermacam-macam wujudnya, dari sosok perempuan cantik seperti di telenovela, para pembunuh bayaran sebagaimana saya lihat di film-film Hollywood, sampai gerombolan orang sekampung. Setting tempatnya pun bermacam-macam. Yang saya ingat dengan jelas adalah melarikan diri ketika dikejar di tangga yang berulir melingkar, melarikan diri ketika saya dikeroyok dan terperangkap di dalam gedung besar nan berliku, sampai melarikan diri dengan berlarian di atas atap rumah (persis seperti film-film James Bond). Dalam semua mimpi itu, untungnya saya tidak pernah tertangkap. Saya selalu dapat melarikan diri dengan sukses. Entah bagaimana jadinya kalau saya tertangkap dalam mimpi itu. Apakah jangan-jangan saya lalu tidak dapat bangun lagi dan terjebak dalam mimpi selamanya? Yah..., siapa yang tahu?
Namun, apa jangan-jangan semua mimpi saya ini hanya sekedar pengaruh dari banyaknya film Hollywood yang saya tonton, yang menunjukkan betapa serunya adegan kejar-kejaran dalam film itu? Ya..., saya kira tidak demikian. Pasalnya saya pertama kali bermimpi dengan tema pelarian diri ini ketika saya masih usia SD, usia dimana saya tidak mengenal sama sekali film-film Hollywood. Hobi saya menonton film-film aksi dan laga itupun baru terjadi ketika saya kuliah, ketika mimpi berulang itu sudah terjadi beberapa kali sebelumnya. Mungkin saja memang benar bahwa setting dan tokoh yang mengejar saya itu kemudian berubah-ubah sesuai dengan referensi yang saya dapat dari luar diri saya, tetapi esensi dari mimpi itu tetap saja sama, yakni usaha untuk melarikan diri.
Sampai saat ini, saya belum mampu menguak misteri dari mimpi berulang saya itu. Kalau dalam novel Alkemis, Santiago dibantu untuk mengungkapkan rahasia mimpinya melalui Melkisedek, si raja Salem, namun tidak berlaku demikian bagi saya. Tidak ada seorang pun atau bahkan satu tanda sekalipun, yang diberikan bagi saya untuk membuka rahasia mimpi ini. Jangan-jangan mimpi saya ini memang bunga tidur sehingga tidak perlu saya menyingkapkan makna di baliknya? Tapi bila itu merupakan bunga tidur, mengapa hal itu bisa terjadi berulang dengan gambaran yang sedemikian rinci dan detail, yang bisa saya ingat sampai sekarang? Mengapa dalam mimpi itu saya harus melarikan diri dan siapa sesungguhnya identitas diri si pengejar itu menjadi misteri besar bagi saya.
Sigmund Freud punya pandangan demikian, sebagaimana saya kutip dari Wikipedia, bahwa “mimpi merupakan pesan alam bawah sadar yang abstrak terhadap alam sadar, pesan-pesan ini berisi keinginan, ketakutan dan berbagai macam aktivitas emosi lain, hingga aktivitas emosi yang sama sekali tidak disadari. Sehingga ia berpendapat bahwa dengan metode Analisis Mimpi, kita dapat mengungkap pesan bawah sadar atau permasalahan terpendam, baik berupa hasrat, ketakutan, kekhawatiran, kemarahan yang tidak disadari karena ditekan oleh seseorang. Ketika hal masalah-masalah alam bawah sadar ini telah berhasil di-ungkap, maka untuk penyelesaian selanjutnya akan lebih mudah untuk diselesaikan.”
Sayang, saya tidak pernah bertemu dengan sosok seperti Freud sebagai si Melkisedek, yang mengungkapkan makna mimpi saya itu. Bisa jadi mimpi saya itu memang pesan alam bawah sadar yang sampai sekarang belum bisa saya pahami. Atau kalau tidak ditemukan indikasi demikian, maka bisa jadi memang ini adalah bahasa Tuhan, bahasa alam semesta yang sayangnya juga belum bisa saya pahami sampai sekarang.
Mungkin kelak kalau saya bertemu dengan Tuhan sendiri, berhadapan muka dengan muka, saya mau klarifikasi tentang mimpi saya ini. Karena saya takut, jangan-jangan saya memang telah melewatkan salah satu pesan penting yang dikirim Tuhan lewat alam semesta kepada saya. Jangan-jangan ada yang salah dalam jalan hidup saya. Jangan-jangan ada bagian besar dalam hidup saya yang terlupa. Jangan-jangan hidup saya yang sekarang ini sesungguhnya bukan hidup saya yang seharusnya saya hidupi. Jangan-jangan... Yyaaa..., semoga tidak demikian lah. Tapi bagaimana kalau benar demikian?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar