Sudah setahun
lebih dan hampir 2 tahun, blog saya ini
tidak saya sentuh. Ia jadi blog yang jablai alias jarang dibelai. “Kasihan sekali dirimu, wahai sayangku”.
Bukan bermaksud untuk menelantarkan atau karena saya sudah berpaling hati kepada
blog lain, tetapi memang mau bagaimana lagi. Jadwal padat, coy. Dulu sih
pengangguran yang dibiayai Gereja (pas masih frater). Lha sekarang sudah tidak
nganggur lagi. Malah banyak kerjanya. Ya wajar lah. Itung-itung melunasi dosa
atas sekian tahun menjadi pengangguran di seminari. Sekarang memang waktunya untuk kerja.
*singsingkan lengan baju*
Maka bila dulu
leisure time ketika masih frater
banyak diisi dengan tulis menulis. Sekarang leisure
time ketika sebagai imam diisi dengan banyak istirahat. Diisi dengan
istirahat karena sejak pagi smp malam, saya sering berkegiatan. Namun istirahat
di sini tidak berarti tidur. Sekedar rebahan di kamar, lihat TV, atau baca-baca
koran saja sudah termasuk istirahat bagi saya saat ini. Tidur siang atau sore
sudah jadi barang mahal buat saya. Sudah jarang saya meniduri dipan kayu saya
saat siang hari. Tidur saya sekarang ini ya cuma malam saja. Titik.
Jadi, saya sudah hampir 2 tahun
undur diri dari urusan tulis menulis yang kemudian dipublikasikan di blog ini. Alasannya
itu tadi, sibuk.
Tapi harus
saya akui, leisure time saya kok
rasanya sia-sia selama hampir 2 tahun ini. Karena setelah banyak saya pakai
untuk istirahat, kok ya ada rasa tidak tenang dalam hati saya. Saya sendiri
merasa bahwa ada banyak ide dan pemikiran menarik untuk dituangkan dalam
kata-kata, tapi ya terbentur dengan “penjara pikiran” saya itu tadi, dinding
penjara yang mengurung itu menamakan dirinya sebagai SITUASI SIBUK. Sipir dari penjara itu mengungkung
pikiran dan kehendakku dengan selalu berkata: “Ted, kamu sudah sibuk dan tidak ada waktu untuk tulis menulis lagi. Istirahat
saja lah”.
Ketika saya
sendiri bimbang untuk berpihak pada keinginan untuk mengaktualisasikan diri atau
percaya kepada perkataan sipir penjara tersebut, maka datanglah kembali
rekan-seperasaan-seperjuangan-tulis-menulis-yang-sekian-lama-tidak-menjalin-komunikasi-karena-satu-dua-hal.
Melihatnya yang masih berusaha tekun menulis, kok rasanya membahagiakan dan
menyenangkan. Maka kerinduan yang membuncah untuk tulis menulis lagi itu
kemudian kok muncul perlahan dan membangkang. Kerinduan ini membangkang dan
melawan keberadaan “penjara pikiran” dalam diri saya. Singkat cerita, ia
menang. Si sipir kemudian lenyap begitu saja, tidak dibunuh dan tidak melarikan diri. Lenyap begitu saja.
Setelah sipir
itu tiada, maka saya bertobat dan berkeinginan kembali untuk menulis. Saya bertobat dari
pembenaran diri bahwa saya sibuk sampai tidak sempat tulis menulis lagi. Setelah
bertobat, saya memperbaharui kredo¸”...aku
percaya bahwa dengan menulis, ada percikan aktualisasi diri yang terpuaskan,
yang entah kenapa bisa begitu membahagiakan sejak dahulu mengenalnya sampai sekarang, dimana kebahagiaan itu tidak bisa
dibeli atau diganti dengan uang...”
Penjara itu sekarang tidak berpenghuni. Pintu penjara lalu saya buka lebar-lebar. Jendela-jendelanya
kemudian juga saya jebol supaya cahaya dan angin bisa bergantian datang silih
berganti. Saya tidak mau merobohkannya. Biar ruangannya saya pakai untuk
menulis. Kan keren, kalau saya menulis di tempat dimana keinginan untuk menulis
itu dulu dipasung dan diberangus kebebasannya.
Awal Desember 2015
Adven kedua sebagai imam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar