16 Januari 2016

RAMAHLAH TERHADAP ORANG SUSAH



 
Saya punya banyak hal yang saya percaya dan pegang teguh. Dari kepercayaan yang serius, seperti percaya bahwa Yesus adalah sabda Allah yang menjadi manusia, sampai yang praktis sehari-hari seperti percaya bahwa kalau langit mendung maka biasanya akan segera hujan. Oh iya, entah mengapa, saya juga percaya sekali bahwa hari potong rambut terbaik bagi saya adalah hari Senin. Saya juga percaya setengah mati bahwa film-film korea itu selalu bagus, sebagaimana juga film-film Jackie Chan. Saya percaya bahwa mencintai itu jelas harus memiliki dan omong kosong tentang cinta yang tidak harus memiliki karena itu kemudian hanya mendatangkan derita dan siksaan. Saya percaya bahwa bakat terpendam saya adalah menulis dan entah kapan kelak saya akan menulis sebuah buku, minimal sebuah buku resep masakan atau buku doa sebelum dan sesudah makan. Jhaha!!

Dari sekian banyak itu, saya punya satu kepercayaan yang mendasar dalam hidup saya. Saya percaya bahwa setiap orang memiliki kesusahannya sendiri. Apa pentingnya mempercayai hal ini? Dengan mempercayai hal ini, maka setidaknya saya menjadi berhati-hati untuk tidak dengan mudah menghakimi. Ini kutipan Jonathan Anthony Burkett, “You know my name, not my story. You've heard what I've done, but not what I've been through.” Bagi saya kata-kata dalam bahasa inggris ini selain enak di dengar, namun juga padat makna. Hal ini membuat saya setiap bertemu dengan orang lain dan khususnya orang baru, selalu dalam paradigma untuk menjaga sikap dan memperlakukan mereka dengan penuh hormat. Belum tentu mereka yang banyak tersenyum adalah yang paling bahagia dan tidak pernah susah atau memperoleh masalah.

           
Dalam prinsip demikian, memperlakukan manusia menjadi seperti memperlakukan barang pecah belah. Harus berhati-hati. Vas bunga yang pecah bisa disatukan lagi dengan lem perekat. Tetapi bila perasaan manusia yang hancur berkeping-keping, dengan cara apa menyatukannya kembali? Seringkali saya bertemu orang dalam kondisi demikian, meski tidak kelihatan dari luar. Ia menampakkan diri dalam karakter mandiri, kuat, tangguh, dan memiliki daya juang tinggi. Namun di saat yang lain, mereka bisa menangis karena merasa beban yang ditanggung terasa berat. Kesimpulannya lalu demikian, bahwa ternyata manusia sangat rapuh, bahkan mereka yang tampak kuat sekalipun. Boleh dikatakan, mereka punya kisah sedih dan derita yang ditanggung sendiri-sendiri. Bukan persoalan mengenai siapa yang menderita kesusahan lebih berat atau lebih ringan.

Be kind and be nice to people. Itu kemudian intisari yang bisa saya ambil dari semua pengalaman yang saya temui ini. Mengapa harus menjadi ramah dan menyenangkan bagi orang lain? Ya karena terhadap orang lain kita seringkali tidak mampu membantu meringankan beban persoalan mereka. Maka setidaknya jangan menambahkannya dengan kata-kata dan perbuatan yang tidak menyenangkan. Syukur-syukur bila kita bisa meringankannya dengan senyum di wajah, sikap yang ramah, dan kata-kata yang cerah. Maka saya hendak mengulangi judul saya di atas sebagai sebuah konklusi: Ramahlah terhadap orang susah. Siapa saja orang susah? Semua orang punya kesusahannya masing-masing sehingga layak disebut orang susah. Maka kesimpulan akhirnya adalah, (jreng jreng jreng) ramahlah terhadap semua orang. Titik. Sekian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar